PENDAHULUAN
Tempat
suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan
yang dikeramatkan oleh umat Hindu
atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi
Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna.
Di India setiap kuil menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa-Dewi
tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama
dan Bhatara
Kresna sebagai utusan Tuhan untuk
melindungi umat manusia.
Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang
dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua,
hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di
kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk.
Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai
belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya
berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada
pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”.
Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:
- Mandir atau Mandira (bahasa Hindi – salah satu bahasa resmi India)
- Alayam atau Kovil (bahasa Tamil)
- Devasthana atau Gudi (Kannada)
- Gudi , Devalayam atau Kovela (bahasa Telugu)
- Puja pandal (bahasa Bengali)
- Kshetram atau Ambalam (Malayalam)
- Pura atau Candi (Indonesia: Bali, Jawa, dll.)
Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya,
Devasthan, Deval atau Deul, dan lain-lain, yang berarti “Rumah para Dewa”.
Biara Hindu sering disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru
spiritual tinggal. Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.
PEMBAHASAN
1.1
Pura
Pura adalah
istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia.
Pura di Indonesia
terutama terkonsentrasi di Bali
sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.
1.1.1 Etimologi
Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa
Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram,
-pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara
atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat
ibadah; sedangkan istilah "Puri"
menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.
1.1.2 Tata letak
Pelinggih Meru berbentuk atap bersusun tinggi serupa pagoda ini adalah salah satu ciri khas arsitektur pura. Tidak
seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai
tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang
dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura
yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat
beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale
(pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep
Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni:
- Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan.
- Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.
- Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan
Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan
seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di
Nista mandala.
Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang
Candi
bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar
merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura
dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori
Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan
digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala
sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura
maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan
terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.
1.1.3 Jenis Pura
Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk
menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali.
- Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang.
- Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti.
- Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali.
1.1.4 Sad Kahyangan
Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama
yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali.
Masyarakat Bali pada umumnya menganggap pura-pura berikut sebagai Sad
Kahyangan:
- Pura Besakih di Kabupaten Karangasem.
- Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem.
- Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung.
- Pura Uluwatu di Kabupaten Badung.
- Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan.
- Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar.
Selain
pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di
berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu
Pura.
Pura
Besakih adalah komplek pura utama di Pulau
Bali, dan merupakan pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali. Pura
Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang
Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia.
Salah-satu pura terkenal lainnya adalah Pura
Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Tabanan. Di Tanah Lot terdapat dua buah
pura yang terletak di atas tebing batu besar, yang merupakan tempat pemujaan
dewa-dewa penjaga laut.
2.1 Pura Kawitan:
Pura
ini mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau lcluhur
berdasarkan garis kelabiran (genealogis ). Pura ini sering pula disebut
Padharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebib luas dari Pura Warga
atau Pura Klen. Dengan demikian mika Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh
leluhur yang telah suci dari masing- masing warga atau kelompok kekerabatan.
Klen kecil adalah kelompok kerabat yang terdiri dari beberapa keluarga inti
maupun keluarga luas yang merasakan diri berasal dari nenek moyang yang sama.
Klen ini mcmpunyai tempat pemujaan yang disebut Pura Dadia sehingga mereka
disebut.Tunggal Dadia. Keluarga inti disebut juga keluarga batih (nuclear
family ) dan keluarga luas terdiri lebih dari satu keluarga inti yang juga
disebut keluarga (extended family) Suatu keluarga inti terdiri dari seorang
suami, seorang istri dan anak- anak mereka yang belum kawin .Tempat pemujaan
satu keluarga inti disebut Sanggah atau Merajan yang juga disebut Kemulan
Taksu, sedangkan tempat pemujaan kciuarga luas disebut Sanggah Gede atau
pemerajan agung. Klen besar merupakan kelompok kerabat yang lebih luas dari
klen kecil (dadia) dan terdiri dari beberapa kelompok kerabat dadia. Anggota
kelompok kerabat tersebut mempunyai ikatan tempat pemujaan yang disebut Pura
Paibon atau Pura Panti.
2.1.1 Sejarah Kawitan.
Sejarah
Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung
A.
Babab
Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Tangkas, Klungkung
Dalam cerita Babad Arya Kanuruhan,
diceritakan bahwa Arya Kanuruhan memiliki tiga orang putra yaitu Arya
Brangsinga, Arya Tangkas, dan Arya Pegatepan. Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi
Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas (mendapat tugas) dari raja sebagai Rakryan Apatih,
karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling-aling raja. Kesetiaan
Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala
perintah raja tidak pernah ditolaknya.
Tersebutlah
Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di
wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu (keturunan Arya
Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh
semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah
Pangeran Tangkas disana. Di Kertalangu inilah akhirnya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran
Tangkas beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan, akibatnya Tangkas Dimade buta mengenai
huruf sandi.
Pada suatu hari
ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana (hukum) orang ini
harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja (Dalem) untuk membawa
surat ke Badung (Kertalangu). Adapun isi surat ini adalah: pa - pa - nin - nga - tu - se
- li - ba - ne - te - tih.
Dalam tulisan
rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini,
akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran
Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari
burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas
Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena
Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh
utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat.
Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat
tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya,
berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ” Anakku Tangkas, apakah
dosa yang kamu buat terhadap Dalem? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah
membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini?
Apakah dosamu terhadap Dalem? dan
bingunglah ayahnya berpikir-pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra
beliau ”Ya ayahku sama sekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun
saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan
putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya. Jika demikian halnya, tetapkanlah
pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja (Dalem), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama
yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga. Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan
kepada anaknya dalam rangka menghadapi kematian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai
keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama tersebarlah berita di
seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahanda. Sehingga banyaklah warga desa
Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut.
Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan
persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya-jaya dengan
diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha. Setelah selesai upacara mejaya-jaya maka
diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju
ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena
Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang
senangnya hidup. Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan
kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon
tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai
melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu
menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas
Dimade pada saat itu juga.
Diceritrakan
kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di
Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan “Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala
perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini
hamba telah kembali dengan selamat”. Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja) dan beliau berkata
“Hai kamu utusanku, apa sebabnya
kamu cepat kembali? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu?
Katakanlah dengan cepat!”. Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata “Maafkan
hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki
Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau
berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah,
dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan
cepat tiba kembali”. Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat
terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan
cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh
Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan
tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri
mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat
dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah
menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau ”Oh Tangkas
engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama sekali karena
baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan
mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena
sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk
menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya
diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu
(Badung), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk
menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri
Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang
mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain-lainnya. Melihat
Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan
Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata “Marilah engkau dekat padaku
Tangkas”, datang bersembahlah Tangkas “Maafkan hamba orang yang hina dina ini
duduk di bawah Tuanku”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih,
berkatalah kembali Sang Raja ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan
janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku”. Karena perintah
raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya
terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka
mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata
beliau (raja) sebagai berikut:
”Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu,
apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu. Apakah hal
tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang
kurang tegas itu padamu?”. Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran
Tangkas ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba
kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri”. Mendengar ucapan Pangeran
Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu
adalah yang amat penting dalam ajaran agama, karena itulah beliau berpikir-pikir
lalu bersabda:
“Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau
menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali
lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar
Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang
istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku
inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan
keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku
minta kepadamu adalah:
1. Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan
olehku sendiri.
2. Apabila anak
itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung”
Dari hal
tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata “Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku,
maka hamba akan terkutuk, sehingga hamba
kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat”. Kemudian
berkatalah Sang raja kembali ”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku
dan engkau harus laksanakan”. Karena hal ini
merupakan perintah Sang raja, maka istri raja kemudian diambii oleh Tangkas lalu
di bawa ke Badung. Dan sampai di
Badung maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar dengan mengundang banyak keluarga.
Setelah upacara
selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan
gagah perkasa yang diberi nama PANGERAN
TANGKAS KORI AGUNG. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu
kembali. Di dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada
Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari
keluarga Bendesa Mas.
Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah-tengah
keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra
dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga
Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau
sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhirnya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan
mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali, keturunan, dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih
Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya
Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah
Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung
untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali dari pembrontakan-pembrontakan
orang yang tidak puas terhadap Mojopahit. Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna
Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oleh Patih Gajah Mada. Untuk mengenang
jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas
Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori
Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung
Untuk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat
hubungan dengan Pasek Gelgel, karena Pasek
Gelgel berada di Gelgel yang merupakan pusat ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Gelgel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori
Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel.
Menurut Babad
Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku
Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini
sebagai berikut: “Hai anakku
Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan
diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki (tidak beranak laki-laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu
olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan
200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak
angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan
jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara
sebagai Bapak kandungmu sendiri, dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas
kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan-turunan kita dengan
sebutan Bendesa sebab supaya
mudah oleh beliau kelak mengingati turunan-turunan beliau bila ada lahir dan
beliau. Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta
kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak,
adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai
sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita
mengingati turunan turunannya nanti di Sorga”. (Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982).
Demikanlah kata-kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung,
lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara-saudara sepupu dan
mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara-saudara Pasek, sehingga akhimya
terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung. Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang
kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah
Tangkas Kori Agung, yang juga hadir dalam
perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Gelgel, di samping tamu yang lainnya. Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek
Gelgel, maka dikaruniai 4 (empat) orang putra dengan nama yaitu:
1. Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
2. Anak kedua Bendesa Tangkas.
3. Anak ketiga Pasek Tangkas.
4. Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah
keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya. Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengan raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari
raja sebagai berikut:
1. Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih-lebih
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk, yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk, yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
2. Karena
jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a. Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b. Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c. Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati
dapat dilakukan dengan
hukuman buangan selama satu bulan.
d. Bebas pajak.
e. Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus
dihapuskan. Jasmat
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
3. Melakukan upacara yang ada di Besakih.
Guna memuja leluhur mereka yang ada
di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas Kori Agung
sekarang. Demikianlah riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu pertama Pura
Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung, di Desa Tangkas, Kecamatan , Kabupaten
Klungkung.
Berikut
Silsilah Arya Kanuruhan di Bali
Arya Kanuruhan
Arya Brangsinga Arya Tangkas Arya
Pegatepan
Kikayi Singa
Pandita Kikayi Tangkas 1. Kikayi Pegatepan
Dimade 2. Kikayi
Madhya
Bukian
Kikayi Madya Kanuruhan Pangeran Tangkas
Kori Agung
Ki Gusti Madya Abra Singosari I Gusti Ayu Tangkas Kori
Agung
I Gusti
Singa Lodra 1.
Pangeran Tangkas Kori Agung
2.
Bendesa Tangkas
3.
Pasek Tangkas
I Gusti
Brangsinga Ki Gusti Madya 4. Pasek Bendesa Tangkas Kori
Pandita Kanuruhan Agung
2.2 Sanggah
Sanggah
adalah perubahan ucapan dari kata “sanggar”,
yang menurut pengertian lontar
keagamaan di Bali adalah tempat memuja. Misalnya dalam lontar siwagama
disebutkan “nista sapuluhing saduluk
sanggar pratiwi wangun” (Lontal Siwagama, lembar 328), demikian dikutip
dari artikel Sutha Abimanyu, dalam sanggah kemulan.Sebagai
salah satu tempat suci
pekarangan rumah, sanggah yang berada di merajan
yang secara konvensional pendirian bangunan tersebut berdasarkan atas lontar
asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi.Jika mengacu pada petunjuk lontar
tersebut, maka pembagian peruntukan lahan selalu berpijak pada ajaran Tri Hita Karana,
dimana akan disediakan lahan untuk menghubungkan diri dengan tuhan (uttama
mandala) dalam bentuk pendirian sanggah di merajan.Lahan untuk menghubungkan
dengan antar sesama (madya Mandala) dalam bentuk perumahan. Dan lahan untuk
berinteraksi dengan alam lingkungan (nista mandala) dalam bentuk teba lengkap
dengan tanaman dan ternak peliharaan.
Pitra
puja yaitu pemujaan kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan
ajaran yadnya
khususnya pitra yadnya
dan erat kaitannya dengan adanya pitra rna.Secara fisik, terutama bagi umat
hindu di bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar Bali, wujud
nyatu ditandai dengan dari pitra puja itu pendirian sanggah. Sanggah kemulan di
Merajan inilah yang berfungsi sebagai tempat suci memuja roh suci leluhur yang
telah menjadi dewa pitara
(sidha dewata).Ditambahkan, dalam hal membangun sanggah / pelinggih di
merajan yang lengkap sesuai dengan Asta Kosala Kosali
dan Asta Bumi disebutkan dalam Babad Bali,
bangunan niyasa yang ada dapat disebut sebagai "turut"
atau berjumlah 3,5,7,9, dan 11.
- Turut 3: Padmasari, Kemulan Rong tiga (pelinggih Hyang Guru atau Tiga Sakti : Brahma, Wisnu, Iswara), dan Taksu. Jenis ini digunakan oleh tiap keluarga di rumahnya masing-masing.
- Turut 5: Padmasari, Kemulan Rong Tiga, Taksu, Pangrurah, "Baturan Pengayengan" yaitu pelinggih untuk memuja ista dewata yang lain.
- Turut 7: yaitu turut 5 ditambah dengan pelinggih Limas cari (Gunung Agung) dan Limas Catu (Gunung Lebah). Yang dimaksud dengan Gunung Agung dan Gunung Lebah (Batur) adalah symbolisme Hyang Widhi dalam manifestsi yang menciptakan "Rwa Bineda" atau dua hal yang selalu berbeda misalnya: lelaki dan perempuan, siang dan malam, dharma dan adharma, dll.
- Turut 9 yaitu turut 7 ditambah dengan pelinggih Sapta Petala dan Manjangan Saluwang. Pelinggih Sapta Petala disebut sebagai pemujaan Hyang Widhi sebagai penguasa inti bumi (alam bhur loka) yang menyebabkan manusia dan mahluk lain dapat hidup kembali. Manjangan Saluwang adalah pemujaan Mpu Kuturan sebagai Maha Rsi yang paling berjasa mempertahankan Agama Hindu di Bali.
- Turut 11 yaitu turut 9 ditambah pelinggih Gedong Kawitan dan Gedong Ibu di Pura Kawitan. Gedong Kawitan sebagai pemujaan leluhur laki-laki yang pertama kali datang di Bali dan yang mengembangkan keturunan. Gedong Ibu sebagai pemujaan leluhur dari pihak wanita (istri Kawitan).
Cara
menempatkan pelinggih-pelinggih itu sesuai dengan konsep Hulu dan Teben, di
mana yang diletakkan di hulu adalah Padmasari / Padmasana,
sedangkan yang diletakkan di teben adalah pelinggih berikutnya sesuai dengan
turut seperti diuraikan di atas.Bila halaman pura
yang dibangun tersebut terbatas sedangkan pelinggihnya perlu banyak, maka letak
bangunan dapat berbentuk L yaitu berderet dari pojok hulu ke teben kiri dan
keteben kanan.Demikian sanggah dijelaskan, baik pengertian maupun hal - hal
yang penting dalam membangun sanggah tersebut.
Denah Sanggah
4
|
6
|
5
|
22
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
17
|
18
|
19
|
20
|
8
|
7
|
14
|
15
|
16
|
Balai
paruman
|
3
|
2
|
1
|
Ket :
1.Jro Gede 11.
Kemulan Tk 21.Taksu
2. Piasan Paibon 12. Kemulan LK 22. Gedong
3. Gedong Paibon 13.
Rong Tiga
4. Bale Piasan Kawitan 14. R.G.M. Pahit
5. Bhatara Siwa Dalem
Kawitan 15. Ratu Gede Mas Gunung
Agung
6. Ratu Ngurah Pasek
Gegel 16. Ratu Ayu Mas Catu
7. Taksu Kawitan 17. Surya
8. Bale Piasan Jajaran 18. Ratu Gede Dalem
Solo
9. Kemulan Gr 19.
Ratu Ngurah
10. Kemulan TT 20. Ratu Ayu
Mas Pulaki
1.Jro Gede
Jro Gede ini yang terletak di depan gapura dari sanggah.
Di Bali Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte Ganapatya atau disebut
dengan Dewa Ganesha yang merupakan tempat berstananya Dewa Gana, dimana sekta
dari Dewa Ganesha/ Jro Gede ini berfungsi untuk menjaga dari hal hal yang
bersifat negative yang mau menggagu kita. Wastra yang digunakan berwarna poleng
( hitam putih ) hal ini memiliki arti dalam warna yang digunakan dalam wastra
Jro Gede arti warna poleng ialah menandakan bahwa keseimbangan yang ada didunia
ini. ( pengantar siva sidhanta II hal : 19)
2.Paibon
Dalam
hal ini di paibon/hyang ibu terdapat 2 pelinggih, Balai piasan dan gedong
paibon. Paibon/hyang ibu itu adalah dimana para leluhur yang sudah bersih dan
Beliau belum menjadi Dewa di istanakan disana,setelah Beliau memoksa baru
bersatu dikemulan tiga sakti. Beliau adalah leluhur kita dan sudah dilaksanakan
upacara ngaben karena kita sudah mempunyai tempat maka kita menempatkan Beliau
disana,dalam mengadakan suatu kegiatan yang paling utama adalah memohon restu
kepada Beliau setelah memohon restu kepada beliau baru kepada Bhatara Kawitan
dan ke Bhatara Guru. Balai Piasan gunanya untuk rapat/parumnya Ida
3.Kawitan
Dalam
hal ini di area kawitan ada tiga pelinggih yang pertama ada Balai Piasan dimana Balai Piasan ini berguna/
befungsi dimana para Bhatara menggadakan rapat atau pesamuan. Pelinggih yang
ditengah pesengan/ nama Beliau Bhatara
Siwa Dalem Kawitan,beliau ini adalah asal mula kita,beliau berasal dari Kawitan
yang terdapat di klungkung yang kita sungkem wareh pangeran tangkas kori agung.
Dan yang terakhir pelinggih Ratu Ngurah Pasek Gegel dimana Ratu Ngurah Pasek
Gegel ini adalah menantun dari Bhatara Siwa Dalem pangeran Tangkas Kori Agung,
Beliau berasal dari kerajaan Dalem Dasar Bhuana ,Beliau memiliki fungsi untuk
persaudaraan
4.Taksu Kawitan
Taksu
yang terdapat dikawitan bertugas untuk pebgelurah atau pengarah. Taksu berarti
daya Magic atau sakti. Sakti adalah symbol dari pada Bala atau Kekuatan (
Swastika,2007:19), fungsinya dari tempat suci ini adalah untuk memohon kekuatan
gaib untuk pekerjaan digeluti bagi siapa yang mendirikan pelinggih tersebut. (
pengantar siva sidhanta II 2012 :21)
5.Balai Piasan Jajaran
Balai
Piasan ini memiliki fungsi yang sama seperti halnya piasan yang terdapat di
kawitan maupun di paibon, berguna untuk paruman maupun pesamuan Ida Bhatara.di
balai piasan inilah Beliau melalukan pesamuan.
6.Kemulan
Dalam
hal ini ada kemulan rong satu dan rong dua. Dulu sebelum menggunakan nama
Kemulan,dulu menggunakan nama Purus.dimana dalam satu kemulan dimiliki oleh
yang masih memiliki ikatan keluarga atau leluhurnya,tapi sekarang kemulan yang
rong dua berfungsi untuk ngayat lebah Gunung Agung.
7.Rong Tiga
Rong
Tiga itu disebut dengan Bhatara Guru,semua segala dewa yang berfungsi
menciptakan,memelihara dan melebur itu fungsi dari Beliau. Disanggah Rong Tiga
adalah Sanghyang Tri Atma. Atma yang identikan dengan ayah ( purusa ) di ruang
sebelah kanan, Siwatma yang diidentikkan dengan Ibu (pradana) di ruang sebelah
kiri dan Paramatma, tuhan yang maha tunggal ditengah. ( pengantar siva sidhanta
II 2012 :20)
8.R.G.M.
Pahit/Menjangan Salwang
Pelinggih ini merupakan stana dari Mpu kuturan dengan
bhiseka limaspahit,penyebar dan penyempurna agama hindu di bali abad k3-10,
bentuk pelinggih ini berisi kepala menjangan lengkap dengan tanduknya. Lambang
menjangan melambangkan kecantikkan dan kesempurnaan.dalam hal ini untuk
pengayatan majapahit pelinggih ini sangat pingit sama halnya dengan Ratu Ngurah
kedua pelinggih ini sama sama memiliki kekuatan,Beliau di istilahkan juru surat
itulah fungsi Beliau. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :23)
9.Ratu Gede Mas Gunung
Agung
Pelinggih
yang terdapat di jajaran ini adalah untuk pengayatan Ida Bhatara yang ada di Gunung agung, semua
sejabag desa Kubutambahan nyungkemein Beliau. Apabila kita tidak bisa Tangkil
atau pergi sembahyang ke Gunung Agung, bisa membuat pelinggih/istana Beliau
guna untuk bisa ngaturang bhakti dengan Beliau meskipun hanya mengayat dari
Sanggah jajaran.
10.Ratu Ayu Mas Catu/Sri
Sedana/Rambut Sedana
Pelinggih ini merupakan stana Dewi Sri dengan Bhiseka Sri
Sedana atau Limas catu yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi
kemakmuran kepada manusia, dalam hal ini pelinggih Ratu Ayu Mas Catu ini untuk
pengayatan langgah linggih Ida Bhatara Rambut sedana Ratu Ayu Mas Melanting
yang berada dipulaki atau rambut suci,ini juga disebut persimpangan Ida karena
tidak sempat untuk tangkil kesana. ( pengantar siva sidhanta II 2012 : 23)
11.Surya
Pelinggih Surya, sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang
Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritualnya yadnya.
Dalam Lontar Siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas
anugrah dari Dang Guru ( Dewa Siwa ) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang
Surya diberikan anugrah juga sebagai Upa
sakti segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan,
apabila tidak memiliki merajan besar cukup memiliki Padma dan taksu, apapun
kita mohon melalui surya. Dalam piodalan medaging segehan bulan matan ai itu
adalah bumi dan langit itu tempat Beliau. ( pengantar siva sidhanta II 2012
:21)
12.Ratu Gede Dalem Solo
Beliau
berasal dari jawa,itu juga leluhur kita /sesuunan kita.Beliau adalah leluhur
yang paling lingsir karena ada juga dari
jawa yang terdapat di merajan itu terdapat dari dulu Beliau dari jawa
dan melinggih disini, dan pelinggih ini juga untuk pengayatan Beliau.
13.Ratu Ngurah
Ratu
Ngurah Tapakan sakti ini bertugas untuk mengobati dan juga sebagai pengelurah
dan juga berkaitan dengan Bhatara Siwa Dalam Kawitan,karena Ratu Ngurah adalah
pepatih petengen Ratu Siwa Dalem Kawitan tapi Beliau mengemban tugas untuk mengobati dan menjaga damuhnya
atau pretisentana Beliau, sehinggah Beliau di tempatkan di jeroan. Ratu Ngurah
Tapakan Sakti seperti halnya Dewa ganesha Ia
mengendalikan semua, aora-aora negative Beliau yang akan mengeluarkan
14.Ratu Ayu Mas Pulaki
Ratu Ayu Mas Pulaki
Sama juga kaitannya dengan Ratu ngurah Tapakan yaitu mengobati dalam hal ini
kalau di cari pengider Bhuana paling ujung barat.
15.Sedaan Taksu Jajara
Bertugas
untuk mencari siapa menjadikan ngajegin pengelingsir dimerajan atau menjadikan
kepala keluarga ( sesepuh),Beliau yang akan berjalan mencarinya berkaitan juga
dengan Ratu Gede pepatih petengen yang ada di jabaan. Taksu berarti daya Mabic
atau sakti. Sakti adalah symbol dari pada Bala atau Kekuatan (
Swastika,2007:19), fungsinya dari tempat suci ini adalah untuk memohon kekuatan
gaib untuk pekerjaan digeluti bagi siapa yang mendirikan pelinggih tersebut. (
pengantar siva sidhanta II 2012 :21)
16.Gedong
Gedong
pesimpenan dalam hal ini adalah tempat untuk menyimpan prasasti/prelinnga,ini
lebih pingit dari pada pejenengan, kalau pejenengan untuk tempat wastra,pajeng
dll Ida Bhatara sedangkan gedong tempat langah linggih Ida Bhatara.
2.2.1
Mantram dan Banten yang digunakan
Dalam hal ini mantra sangat
terpenting dalam proses panca yadnya. Tanpa adanya mantra suatu upacara panca
yadnya tidak akan berhasil dan selesai, banyak mantra-mantra yang ditunjukkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta Prabhawanya, meski dalam mantra ada
mantra lain selain mantra yang ditunjukkan kepada salah satu dewa itu boleh
digunakan meski berbeda mantra akan tetapi makna dari mantra itu sama dengan
mantra satunya akan tetapi menggunakan mantra harus digunakan menurut dewa yang
kita puja. Di merajan ini digunakan mantra dan sesontengan dalam melakssanakan
panca yadnya. Tidak hanya mantra yang terpenting tapi sarananya yaitu Banten,
Banten juga sangatlah penting karena Banten itu adalah salah satu ciri dari
Agama Hindu dan banten tersebut untuk menghubungkan dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Adapun
mantra dalam memuja Sanghyang Kemulan Tiga Sakti ( Rong Tiga ) :
Om
Brahma Wisnu Iswara Dewam
Jiwatmanam
Tri Lokanam
Sarwa
Jagat Pratistanam
Sudha
Kelesa Winasanam
Om Dewa Dewa Tri ewanam
Tri
Murti Tri Lingganam
Tri
Purusa Sudha Nityam
Sarwa
Jagat Jiwatmanan
Om Guru Dewam Guru Rupam
Guru Padyam Guru Purwam
Guru Pantaram
Guru Dewa Sudha Nityam
Om Sarwa Roga Wimurcyata
Kala
Roga Pratistanam
Moksanam
Sarwa Winasantu
Wigna
Dosa Winasanam
Om Sidirastu Tat Astu-Astu Swaha
Mantra
diatas ialah mantra yang digunakan dalan upacara yadnya dimrajan mantra diatas
diucapkan dalam panca sembah yang kedua menyambung mantra “Nawa Dewaya Adistanaya……..”
Apabila
dalam menghaturkan piuning di Surya adapun mantra yang digunakan ialah :
“Om Surya
Sloka Nata Sya
Warada
Sya Swarcanam
Sarwantah
Tasya Sidhantam
Suda
Naya Santyasam
Om Asita Mandala Mertyu
Sitala
Satru Nasanam
Kawi
Wisya Rakta Teja
Sarwa
bawa Bawet Bawat
Selain
itu dalam paibon atau Hyang Ibu menggunakan mantram Puja Hyang Ibu :
Om Pertiwi Sariram Dewi
Catur Dewa Maha Dewi
Catur Asrama Bhatari
Siwa Bumi Maha Sidhi
Om Ring Purwa Ksiti Basundari
Siwa Patni Putra Yoni
Uma Durga Gangga Dewi
Brahma Bhatari wisnawi
Om Maha Swari Hyang Kumari
Gayatri Berawi Gauri
Arsa Sidhi Maha Wari
Indrani Cambuni Dewi
Om Am Pitara Ya Namah
Om Am Pirapita Ya Namah
Om Mam Pita Ya Namah
Om Mam Prapita Ya Namah
Om Im Pita Ya Namah
Om Im Prapita Ya Namah
Om Sri Sri Prajapati Ya namah
Puja
Pangulapan
Puja
Pengambean, ini digunakan untuk banten-banten kantos sami :
Pukulun Kaki Pengambe Nini Pengambe Ingsun
Angambe Sang Sinayutan sampaun Ketanggap
Katrima Denira Kaki Pengambean Nini Pngambe,
Kajenengan Denira Bhagawan Penyarikan
Kaki Citra Gotra Nini Citra Gotra Sami Kajenenga
Ne Sang Sinadiyan Kasengguh.
Om Siddhir Astu Ya Namah Swaha
Sira
Sang Hyang sapta Petala, Sira Sanghyang
Sapta Dewata, Sira Sanghyang Bedawarna, Sira
Sanghyang Tri Nadi
Panca Korsika, Sira Sanghyang Pramana Makadi
Sanghyang Urip Sira
Apageha Ri Stananira Sowang-Sowang.
Pakenaning
Hulu Angawruhaken I Sira
Aneda Raksananing Rahayu, Aneda Urip waras
Dhirgayusa Ira Paripurna Sang Angmbe.
Selain
mantra-mantra yang digunakan diatas adapun sesontengan yang juga digunakan
dalam upacara Yadnya :
Om, pukulun Ida Sang Hyang Widhi Wasa, bhatara
Surya, Candra, Lintang Trenggana, Bhatara Hyang Guru, Sang Hyang Ibu Pertiwi,
Ida Bhatara Sakti sami ring jajaran….Jro Taksu.
Katuran Bhatara sekar alit, base alit,sekar taman,
hiding panca pala palinggih,tegteg sangga urip.mateges atos sagi gedean,
luputing gede manahku,mabodbod majinah sepee satus, keris asiki, beras akulak,
kampuh dasa bidang, maduluran jambe bancang, sedahe gulungan,
krekat-krekot,abaan belayag pesor,taluh dadar, tipat timbulan, base selamat mangda
kenak Ida Bhatara nyelematang panjake ngaturang bhakti. Karuntutin sarining
sesayut apajeg, rayunan pangkonan, mertha popl, taterag, saserit, pendek
kadanan ayam petak mabulu sedana
Adapun
Banten yang digunakan dalam piodalan dijajaran :
-
Pengulapan pengambean, maruntutan pras
suci asoroh
-
Ring Surya katujr bhakti pisang
matah,pisang lebeng, base payasan maruntutan pras suci asoroh,
-
Pertiwi Ida katurang pras pejati
mararapan cecaru eka sate ( ayam Brumbun )
-
Katurang Sang Bhatara Guru, pras pejati
asoroh Agengne di Balai Piasan Pengulapan pengambean meruntutan pras suci
asoroh.
2.3 Penyatuan
sekte siva sidhanta
Ajaran Sivasidhanta di bali terdiri dari tiga
kerangka utama yaitu Tattwa, Susila dan Upacara keagamaan. Tattwa atau filosofi
yang mendasarinya adalah ajaran siwa tattwa. Disalam siwa tattwa , Sang Hyang
Widhi adalah Ida Sang Siwa. Dalam Lontar Jnana Sidhanta dinyatakan bahwa Ida
Bhatara Siwa adalah Esa yng bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara-Bhatari. (
pengantar siva sidhanta II hal :1).
Adapun
konsep penyatuan siwa sidhanta dalam merajan ini ialah dimana dalam merajan ini memuja Bhatara Guru dan di dalam
kawitan terdapat pelinggih Bhatara Siwa Dalem Kawitan dilihat dari sini sudah
terlihat bahwa konsep siwa sidhanta terdapat di merajaan ini, tidak itu saja di
merajan ini juga memuja bhatara surya yaitu sekta sora dan Dewa Ganesha yaiu
Ratu Ngurah Tapakan sakti yang memiliki fungsi yang sama dengan Dewa ganesha
tidak hanya itu dalam Rong Tiga juga terdapat konsep siwa sidhanta di Rong Tiga
itu terdapat tiga sekta yaitu sekta waisnawa, brahma dan saiwa. Ketiga sekta
itu dijadiakn satu kesatuan dan terbentuklah menjadi rong tiga itu. Dalam Taksu
juga terdapat sekte Sakta juga.
Penutup
Kesimpulan :
Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh
umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia.
Pura di Indonesia
terutama terkonsentrasi di Bali
sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.Kata
"Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa
Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram,
-pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara
atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat
ibadah; sedangkan istilah "Puri"
menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan. Pura ini
mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau lcluhur
berdasarkan garis kelabiran (genealogis ). Pura ini sering pula disebut
Padharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebib luas dari Pura Warga
atau Pura Klen. Dengan demikian mika Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh
leluhur yang telah suci dari masing- masing warga atau kelompok kekerabatan. Sanggah
adalah perubahan ucapan dari kata “sanggar”,
yang menurut pengertian lontar keagamaan di
Bali adalah tempat memuja. Dalam hal ini didalam sanggah ataupun meraajan
terdapat pelinggih-pelinggih yang berfungsi untuk pengayatan Beliau yang
beristana di Pelinggih tersebut dan juga terdapat banten-banten dan mantra yang
digunakan ketika upacara piodalan di mrajan tersebut.
Daftar Pustaka
Gunawan, Pasek I Ketut,2012. Bahan Ajar Siva
Sidhanta II.
Pudharta, Putra I.B.2008. Puja Pangastawa.Gianyar
Budayasa, I Gede.1990. Puja Ngangge Sehe Manut Ring
Mangku Desa Adat Kubutambahan.Buleleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar