Jumat, 06 Desember 2013



PENDAHULUAN
            Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna. Di India setiap kuil menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama dan Bhatara Kresna sebagai utusan Tuhan untuk melindungi umat manusia.
Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk.
Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”.
Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:
Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya, Devasthan, Deval atau Deul, dan lain-lain, yang berarti “Rumah para Dewa”. Biara Hindu sering disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru spiritual tinggal. Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.







PEMBAHASAN
1.1  Pura
Pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.
1.1.1 Etimologi
Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.
1.1.2 Tata letak
Pelinggih Meru berbentuk atap bersusun tinggi serupa pagoda ini adalah salah satu ciri khas arsitektur pura. Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni:
  1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan.
  2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.
  3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala.
Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.
1.1.3 Jenis Pura
Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali.
  1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang.
  2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti.
  3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali.
1.1.4 Sad Kahyangan
Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali. Masyarakat Bali pada umumnya menganggap pura-pura berikut sebagai Sad Kahyangan:
  1. Pura Besakih di Kabupaten Karangasem.
  2. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem.
  3. Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung.
  4. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung.
  5. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan.
  6. Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar.
Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura.
Pura Besakih adalah komplek pura utama di Pulau Bali, dan merupakan pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali. Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia.
Salah-satu pura terkenal lainnya adalah Pura Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di Tanah Lot terdapat dua buah pura yang terletak di atas tebing batu besar, yang merupakan tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.


2.1 Pura Kawitan:
Pura ini mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau lcluhur berdasarkan garis kelabiran (genealogis ). Pura ini sering pula disebut Padharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebib luas dari Pura Warga atau Pura Klen. Dengan demikian mika Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh leluhur yang telah suci dari masing- masing warga atau kelompok kekerabatan. Klen kecil adalah kelompok kerabat yang terdiri dari beberapa keluarga inti maupun keluarga luas yang merasakan diri berasal dari nenek moyang yang sama. Klen ini mcmpunyai tempat pemujaan yang disebut Pura Dadia sehingga mereka disebut.Tunggal Dadia. Keluarga inti disebut juga keluarga batih (nuclear family ) dan keluarga luas terdiri lebih dari satu keluarga inti yang juga disebut keluarga (extended family) Suatu keluarga inti terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak- anak mereka yang belum kawin .Tempat pemujaan satu keluarga inti disebut Sanggah atau Merajan yang juga disebut Kemulan Taksu, sedangkan tempat pemujaan kciuarga luas disebut Sanggah Gede atau pemerajan agung. Klen besar merupakan kelompok kerabat yang lebih luas dari klen kecil (dadia) dan terdiri dari beberapa kelompok kerabat dadia. Anggota kelompok kerabat tersebut mempunyai ikatan tempat pemujaan yang disebut Pura Paibon atau Pura Panti.

2.1.1 Sejarah Kawitan.
Sejarah Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung
A.           Babab Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Tangkas, Klungkung
Dalam cerita Babad Arya Kanuruhan, diceritakan bahwa Arya Kanuruhan memiliki tiga orang putra yaitu Arya Brangsinga, Arya Tangkas, dan Arya Pegatepan. Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas (mendapat tugas) dari raja sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling-aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.
Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu (keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana. Di Kertalangu inilah akhirnya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan, akibatnya Tangkas Dimade buta mengenai huruf sandi.
Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana (hukum) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja (Dalem) untuk membawa surat ke Badung (Kertalangu). Adapun isi surat ini adalah: pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te - tih.
Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ” Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini? Apakah dosamu terhadap Dalem? dan bingunglah ayahnya berpikir-pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau ”Ya ayahku sama sekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya. Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja (Dalem), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga. Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kematian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahanda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya-jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha. Setelah selesai upacara mejaya-jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup. Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.
Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat”. Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja) dan beliau berkataHai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu? Katakanlah dengan cepat!”. Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata “Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali”. Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau ”Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu (Badung), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain-lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata “Marilah engkau dekat padaku Tangkas”, datang bersembahlah Tangkas “Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku”. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau (raja) sebagai berikut:
”Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu. Apakah hal tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu?”. Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama, karena itulah beliau berpikir-pikir lalu bersabda:
“Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah:
1.    Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri.
2.    Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk, sehingga hamba kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat”. Kemudian berkatalah Sang raja kembali ”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan”. Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja kemudian diambii oleh Tangkas lalu di bawa ke Badung. Dan sampai di Badung maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar dengan mengundang banyak keluarga.
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali. Di dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari keluarga Bendesa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah-tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhirnya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali, keturunan, dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali dari pembrontakan-pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit. Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oleh Patih Gajah Mada. Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung
Untuk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel, karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang merupakan pusat ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Gelgel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel.
Menurut Babad Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut: “Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki (tidak beranak laki-laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan-turunan kita dengan sebutan Bendesa sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan-turunan beliau bila ada lahir dan beliau. Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga”. (Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982).
Demikanlah kata-kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara-saudara sepupu dan mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara-saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung. Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kori Agung, yang juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Gelgel, di samping tamu yang lainnya. Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 (empat) orang putra dengan nama yaitu:
1.    Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
2.    Anak kedua Bendesa Tangkas.
3.    Anak ketiga Pasek Tangkas.
4.    Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.




Demikianlah keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya. Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengan raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:
1.    Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih-lebih
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,
yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
2.    Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a.    Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b.    Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c.    Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
d.   Bebas pajak.
e.    Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmat
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
3.    Melakukan upacara yang ada di Besakih.
Guna memuja leluhur mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas Kori Agung sekarang. Demikianlah riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu pertama Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung, di Desa Tangkas, Kecamatan , Kabupaten Klungkung.








Berikut Silsilah Arya Kanuruhan di Bali

Arya Kanuruhan



Arya Brangsinga                     Arya Tangkas                          Arya Pegatepan


Kikayi Singa Pandita              Kikayi Tangkas                       1. Kikayi Pegatepan
                                                Dimade                                   2. Kikayi Madhya
 Bukian

Kikayi Madya Kanuruhan                              Pangeran Tangkas Kori Agung


Ki Gusti Madya Abra Singosari                     I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung


I Gusti Singa Lodra                                        1. Pangeran Tangkas Kori Agung
                                                                        2. Bendesa Tangkas
                                                                        3. Pasek Tangkas
I Gusti Brangsinga      Ki Gusti Madya          4. Pasek Bendesa Tangkas Kori
Pandita                                    Kanuruhan                      Agung

2.2 Sanggah
Sanggah adalah perubahan ucapan dari kata “sanggar”, yang menurut pengertian lontar keagamaan di Bali adalah tempat memuja. Misalnya dalam lontar siwagama disebutkan “nista sapuluhing saduluk sanggar pratiwi wangun” (Lontal Siwagama, lembar 328), demikian dikutip dari artikel Sutha Abimanyu, dalam sanggah kemulan.Sebagai salah satu tempat suci pekarangan rumah, sanggah yang berada di merajan yang secara konvensional pendirian bangunan tersebut berdasarkan atas lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi.Jika mengacu pada petunjuk lontar tersebut, maka pembagian peruntukan lahan selalu berpijak pada ajaran Tri Hita Karana, dimana akan disediakan lahan untuk menghubungkan diri dengan tuhan (uttama mandala) dalam bentuk pendirian sanggah di merajan.Lahan untuk menghubungkan dengan antar sesama (madya Mandala) dalam bentuk perumahan. Dan lahan untuk berinteraksi dengan alam lingkungan (nista mandala) dalam bentuk teba lengkap dengan tanaman dan ternak peliharaan.


Pitra puja yaitu pemujaan kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan ajaran yadnya khususnya pitra yadnya dan erat kaitannya dengan adanya pitra rna.Secara fisik, terutama bagi umat hindu di bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar Bali, wujud nyatu ditandai dengan dari pitra puja itu pendirian sanggah. Sanggah kemulan di Merajan inilah yang berfungsi sebagai tempat suci memuja roh suci leluhur yang telah menjadi dewa pitara (sidha dewata).Ditambahkan, dalam hal membangun sanggah / pelinggih di merajan yang lengkap sesuai dengan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi disebutkan dalam Babad Bali, bangunan niyasa yang ada dapat disebut sebagai "turut" atau berjumlah 3,5,7,9, dan 11.
  • Turut 3: Padmasari, Kemulan Rong tiga (pelinggih Hyang Guru atau Tiga Sakti : Brahma, Wisnu, Iswara), dan Taksu. Jenis ini digunakan oleh tiap keluarga di rumahnya masing-masing. 
  • Turut 5: Padmasari, Kemulan Rong Tiga, Taksu, Pangrurah, "Baturan Pengayengan" yaitu pelinggih untuk memuja ista dewata yang lain. 
  • Turut 7: yaitu turut 5 ditambah dengan pelinggih Limas cari (Gunung Agung) dan Limas Catu (Gunung Lebah). Yang dimaksud dengan Gunung Agung dan Gunung Lebah (Batur) adalah symbolisme Hyang Widhi dalam manifestsi yang menciptakan "Rwa Bineda" atau dua hal yang selalu berbeda misalnya: lelaki dan perempuan, siang dan malam, dharma dan adharma, dll. 
  • Turut 9 yaitu  turut 7 ditambah dengan pelinggih Sapta Petala dan Manjangan Saluwang. Pelinggih Sapta Petala disebut sebagai pemujaan Hyang Widhi sebagai penguasa inti bumi (alam bhur loka) yang menyebabkan manusia dan mahluk lain dapat hidup kembali. Manjangan Saluwang adalah pemujaan Mpu Kuturan sebagai Maha Rsi yang paling berjasa mempertahankan Agama Hindu di Bali. 
  • Turut 11 yaitu turut 9 ditambah pelinggih Gedong Kawitan dan Gedong Ibu di Pura Kawitan. Gedong Kawitan sebagai pemujaan leluhur laki-laki yang pertama kali datang di Bali dan yang mengembangkan keturunan. Gedong Ibu sebagai pemujaan leluhur dari pihak wanita (istri Kawitan).
Cara menempatkan pelinggih-pelinggih itu sesuai dengan konsep Hulu dan Teben, di mana yang diletakkan di hulu adalah Padmasari / Padmasana, sedangkan yang diletakkan di teben adalah pelinggih berikutnya sesuai dengan turut seperti diuraikan di atas.Bila halaman pura yang dibangun tersebut terbatas sedangkan pelinggihnya perlu banyak, maka letak bangunan dapat berbentuk L yaitu berderet dari pojok hulu ke teben kiri dan keteben kanan.Demikian sanggah dijelaskan, baik pengertian maupun hal - hal yang penting dalam membangun sanggah tersebut.





Denah Sanggah


4



6
5
22

9
10
11
12
13
17
18
19
 20

8
   7
14
15
16
 















Balai
paruman
3
2
1
 






Ket :
1.Jro Gede                                           11. Kemulan Tk                                              21.Taksu
2. Piasan Paibon                                  12. Kemulan LK                                             22. Gedong    
3. Gedong Paibon                               13. Rong Tiga                                                
4. Bale Piasan Kawitan                       14. R.G.M. Pahit                    
5. Bhatara Siwa Dalem Kawitan        15. Ratu Gede Mas Gunung Agung
6. Ratu Ngurah Pasek Gegel               16. Ratu Ayu Mas Catu
7. Taksu Kawitan                                17. Surya
8. Bale Piasan Jajaran                          18. Ratu Gede Dalem Solo
9. Kemulan Gr                                                19. Ratu Ngurah
10. Kemulan TT                                  20. Ratu Ayu Mas Pulaki









 
1.Jro Gede
            Jro Gede ini yang terletak di depan gapura dari sanggah. Di Bali Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte Ganapatya atau disebut dengan Dewa Ganesha yang merupakan tempat berstananya Dewa Gana, dimana sekta dari Dewa Ganesha/ Jro Gede ini berfungsi untuk menjaga dari hal hal yang bersifat negative yang mau menggagu kita. Wastra yang digunakan berwarna poleng ( hitam putih ) hal ini memiliki arti dalam warna yang digunakan dalam wastra Jro Gede arti warna poleng ialah menandakan bahwa keseimbangan yang ada didunia ini. ( pengantar siva sidhanta II hal : 19)

2.Paibon
Dalam hal ini di paibon/hyang ibu terdapat 2 pelinggih, Balai piasan dan gedong paibon. Paibon/hyang ibu itu adalah dimana para leluhur yang sudah bersih dan Beliau belum menjadi Dewa di istanakan disana,setelah Beliau memoksa baru bersatu dikemulan tiga sakti. Beliau adalah leluhur kita dan sudah dilaksanakan upacara ngaben karena kita sudah mempunyai tempat maka kita menempatkan Beliau disana,dalam mengadakan suatu kegiatan yang paling utama adalah memohon restu kepada Beliau setelah memohon restu kepada beliau baru kepada Bhatara Kawitan dan ke Bhatara Guru. Balai Piasan gunanya untuk rapat/parumnya Ida

3.Kawitan
Dalam hal ini di area kawitan ada tiga pelinggih yang pertama ada Balai  Piasan dimana Balai Piasan ini berguna/ befungsi dimana para Bhatara menggadakan rapat atau pesamuan. Pelinggih yang ditengah  pesengan/ nama Beliau Bhatara Siwa Dalem Kawitan,beliau ini adalah asal mula kita,beliau berasal dari Kawitan yang terdapat di klungkung yang kita sungkem wareh pangeran tangkas kori agung. Dan yang terakhir pelinggih Ratu Ngurah Pasek Gegel dimana Ratu Ngurah Pasek Gegel ini adalah menantun dari Bhatara Siwa Dalem pangeran Tangkas Kori Agung, Beliau berasal dari kerajaan Dalem Dasar Bhuana ,Beliau memiliki fungsi untuk persaudaraan

4.Taksu Kawitan
Taksu yang terdapat dikawitan bertugas untuk pebgelurah atau pengarah. Taksu berarti daya Magic atau sakti. Sakti adalah symbol dari pada Bala atau Kekuatan ( Swastika,2007:19), fungsinya dari tempat suci ini adalah untuk memohon kekuatan gaib untuk pekerjaan digeluti bagi siapa yang mendirikan pelinggih tersebut. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :21)
5.Balai Piasan Jajaran
Balai Piasan ini memiliki fungsi yang sama seperti halnya piasan yang terdapat di kawitan maupun di paibon, berguna untuk paruman maupun pesamuan Ida Bhatara.di balai piasan inilah Beliau melalukan pesamuan.

6.Kemulan
Dalam hal ini ada kemulan rong satu dan rong dua. Dulu sebelum menggunakan nama Kemulan,dulu menggunakan nama Purus.dimana dalam satu kemulan dimiliki oleh yang masih memiliki ikatan keluarga atau leluhurnya,tapi sekarang kemulan yang rong dua berfungsi untuk ngayat lebah Gunung Agung.


7.Rong Tiga
Rong Tiga itu disebut dengan Bhatara Guru,semua segala dewa yang berfungsi menciptakan,memelihara dan melebur itu fungsi dari Beliau. Disanggah Rong Tiga adalah Sanghyang Tri Atma. Atma yang identikan dengan ayah ( purusa ) di ruang sebelah kanan, Siwatma yang diidentikkan dengan Ibu (pradana) di ruang sebelah kiri dan Paramatma, tuhan yang maha tunggal ditengah. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :20)
8.R.G.M. Pahit/Menjangan Salwang
            Pelinggih ini merupakan stana dari Mpu kuturan dengan bhiseka limaspahit,penyebar dan penyempurna agama hindu di bali abad k3-10, bentuk pelinggih ini berisi kepala menjangan lengkap dengan tanduknya. Lambang menjangan melambangkan kecantikkan dan kesempurnaan.dalam hal ini untuk pengayatan majapahit pelinggih ini sangat pingit sama halnya dengan Ratu Ngurah kedua pelinggih ini sama sama memiliki kekuatan,Beliau di istilahkan juru surat itulah fungsi Beliau. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :23)

9.Ratu Gede Mas Gunung Agung
Pelinggih yang terdapat di jajaran ini adalah untuk pengayatan  Ida Bhatara yang ada di Gunung agung, semua sejabag desa Kubutambahan nyungkemein Beliau. Apabila kita tidak bisa Tangkil atau pergi sembahyang ke Gunung Agung, bisa membuat pelinggih/istana Beliau guna untuk bisa ngaturang bhakti dengan Beliau meskipun hanya mengayat dari Sanggah jajaran.
10.Ratu Ayu Mas Catu/Sri Sedana/Rambut Sedana
            Pelinggih ini merupakan stana Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sedana atau Limas catu yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia, dalam hal ini pelinggih Ratu Ayu Mas Catu ini untuk pengayatan langgah linggih Ida Bhatara Rambut sedana Ratu Ayu Mas Melanting yang berada dipulaki atau rambut suci,ini juga disebut persimpangan Ida karena tidak sempat untuk tangkil kesana. ( pengantar siva sidhanta II 2012 : 23)

11.Surya
            Pelinggih Surya, sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritualnya yadnya. Dalam Lontar Siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugrah dari Dang Guru ( Dewa Siwa ) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Surya diberikan anugrah juga sebagai  Upa sakti segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan, apabila tidak memiliki merajan besar cukup memiliki Padma dan taksu, apapun kita mohon melalui surya. Dalam piodalan medaging segehan bulan matan ai itu adalah bumi dan langit itu tempat Beliau. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :21)
12.Ratu Gede Dalem Solo
Beliau berasal dari jawa,itu juga leluhur kita /sesuunan kita.Beliau adalah leluhur yang paling lingsir karena ada juga dari  jawa yang terdapat di merajan itu terdapat dari dulu Beliau dari jawa dan melinggih disini, dan pelinggih ini juga untuk pengayatan Beliau.
13.Ratu Ngurah
Ratu Ngurah Tapakan sakti ini bertugas untuk mengobati dan juga sebagai pengelurah dan juga berkaitan dengan Bhatara Siwa Dalam Kawitan,karena Ratu Ngurah adalah pepatih petengen Ratu Siwa Dalem Kawitan tapi Beliau  mengemban tugas untuk mengobati dan menjaga damuhnya atau pretisentana Beliau, sehinggah Beliau di tempatkan di jeroan. Ratu Ngurah Tapakan Sakti seperti halnya Dewa ganesha Ia  mengendalikan semua, aora-aora negative Beliau yang akan mengeluarkan
14.Ratu Ayu Mas Pulaki
Ratu Ayu Mas Pulaki Sama juga kaitannya dengan Ratu ngurah Tapakan yaitu mengobati dalam hal ini kalau di cari pengider Bhuana paling ujung barat.
15.Sedaan Taksu Jajara
Bertugas untuk mencari siapa menjadikan ngajegin pengelingsir dimerajan atau menjadikan kepala keluarga ( sesepuh),Beliau yang akan berjalan mencarinya berkaitan juga dengan Ratu Gede pepatih petengen yang ada di jabaan. Taksu berarti daya Mabic atau sakti. Sakti adalah symbol dari pada Bala atau Kekuatan ( Swastika,2007:19), fungsinya dari tempat suci ini adalah untuk memohon kekuatan gaib untuk pekerjaan digeluti bagi siapa yang mendirikan pelinggih tersebut. ( pengantar siva sidhanta II 2012 :21)

16.Gedong
Gedong pesimpenan dalam hal ini adalah tempat untuk menyimpan prasasti/prelinnga,ini lebih pingit dari pada pejenengan, kalau pejenengan untuk tempat wastra,pajeng dll Ida Bhatara sedangkan gedong tempat langah linggih Ida Bhatara.

2.2.1 Mantram dan Banten yang digunakan
            Dalam hal ini mantra sangat terpenting dalam proses panca yadnya. Tanpa adanya mantra suatu upacara panca yadnya tidak akan berhasil dan selesai, banyak mantra-mantra yang ditunjukkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta Prabhawanya, meski dalam mantra ada mantra lain selain mantra yang ditunjukkan kepada salah satu dewa itu boleh digunakan meski berbeda mantra akan tetapi makna dari mantra itu sama dengan mantra satunya akan tetapi menggunakan mantra harus digunakan menurut dewa yang kita puja. Di merajan ini digunakan mantra dan sesontengan dalam melakssanakan panca yadnya. Tidak hanya mantra yang terpenting tapi sarananya yaitu Banten, Banten juga sangatlah penting karena Banten itu adalah salah satu ciri dari Agama Hindu dan banten tersebut untuk menghubungkan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Adapun mantra dalam memuja Sanghyang Kemulan Tiga Sakti ( Rong Tiga ) :
            Om     Brahma Wisnu Iswara Dewam
                        Jiwatmanam Tri Lokanam
                        Sarwa Jagat Pratistanam
                        Sudha Kelesa Winasanam

Om      Dewa Dewa Tri ewanam
            Tri Murti Tri Lingganam
            Tri Purusa Sudha Nityam
            Sarwa Jagat Jiwatmanan



            Om    Guru Dewam Guru Rupam
                      Guru Padyam Guru Purwam
                     Guru Pantaram
                    Guru Dewa Sudha Nityam

Om      Sarwa Roga Wimurcyata
            Kala Roga Pratistanam
            Moksanam Sarwa Winasantu
            Wigna Dosa Winasanam
Om      Sidirastu Tat Astu-Astu Swaha

Mantra diatas ialah mantra yang digunakan dalan upacara yadnya dimrajan mantra diatas diucapkan dalam panca sembah yang kedua menyambung mantra “Nawa Dewaya Adistanaya……..”

Apabila dalam menghaturkan piuning di Surya adapun mantra yang digunakan  ialah :
Om    Surya Sloka Nata Sya
            Warada Sya Swarcanam
            Sarwantah Tasya Sidhantam
            Suda Naya Santyasam           
                       
            Om      Asita Mandala Mertyu
                        Sitala Satru Nasanam
                        Kawi Wisya Rakta Teja
                        Sarwa bawa Bawet Bawat

Selain itu dalam paibon atau Hyang Ibu menggunakan mantram Puja Hyang Ibu :
Om Pertiwi Sariram Dewi
Catur Dewa Maha Dewi
Catur Asrama Bhatari
Siwa Bumi Maha Sidhi

Om Ring Purwa Ksiti Basundari
Siwa Patni Putra Yoni
Uma Durga Gangga Dewi
Brahma Bhatari wisnawi

Om Maha Swari Hyang Kumari
Gayatri Berawi Gauri
Arsa Sidhi Maha Wari
Indrani Cambuni Dewi

Om Am Pitara Ya Namah
Om Am Pirapita Ya Namah
Om Mam Pita Ya Namah
Om Mam Prapita Ya Namah
Om Im Pita Ya Namah
Om Im Prapita Ya Namah
Om Sri Sri Prajapati Ya namah

Puja Pangulapan
Puja Pengambean, ini digunakan untuk banten-banten kantos sami :
Pukulun Kaki Pengambe Nini Pengambe Ingsun
Angambe Sang Sinayutan sampaun Ketanggap
Katrima Denira Kaki Pengambean Nini Pngambe,
Kajenengan Denira Bhagawan Penyarikan
Kaki Citra Gotra Nini Citra Gotra Sami Kajenenga
Ne Sang Sinadiyan Kasengguh.
Om Siddhir Astu Ya Namah Swaha
            Sira Sang Hyang sapta Petala, Sira Sanghyang
Sapta Dewata, Sira Sanghyang Bedawarna, Sira Sanghyang Tri Nadi
Panca Korsika, Sira Sanghyang Pramana Makadi Sanghyang Urip Sira
Apageha Ri Stananira Sowang-Sowang.
            Pakenaning Hulu Angawruhaken I Sira
Aneda Raksananing Rahayu, Aneda Urip waras
Dhirgayusa Ira Paripurna Sang Angmbe.

Selain mantra-mantra yang digunakan diatas adapun sesontengan yang juga digunakan dalam upacara Yadnya :
Om, pukulun Ida Sang Hyang Widhi Wasa, bhatara Surya, Candra, Lintang Trenggana, Bhatara Hyang Guru, Sang Hyang Ibu Pertiwi, Ida Bhatara Sakti sami ring jajaran….Jro Taksu.
Katuran Bhatara sekar alit, base alit,sekar taman, hiding panca pala palinggih,tegteg sangga urip.mateges atos sagi gedean, luputing gede manahku,mabodbod majinah sepee satus, keris asiki, beras akulak, kampuh dasa bidang, maduluran jambe bancang, sedahe gulungan, krekat-krekot,abaan belayag pesor,taluh dadar, tipat timbulan, base selamat mangda kenak Ida Bhatara nyelematang panjake ngaturang bhakti. Karuntutin sarining sesayut apajeg, rayunan pangkonan, mertha popl, taterag, saserit, pendek kadanan ayam petak mabulu sedana


Adapun Banten yang digunakan dalam piodalan dijajaran :
-          Pengulapan pengambean, maruntutan pras suci asoroh
-          Ring Surya katujr bhakti pisang matah,pisang lebeng, base payasan maruntutan pras suci asoroh,
-          Pertiwi Ida katurang pras pejati mararapan cecaru eka sate ( ayam Brumbun )
-          Katurang Sang Bhatara Guru, pras pejati asoroh Agengne di Balai Piasan Pengulapan pengambean meruntutan pras suci asoroh.

2.3  Penyatuan sekte siva sidhanta
Ajaran Sivasidhanta di bali terdiri dari tiga kerangka utama yaitu Tattwa, Susila dan Upacara keagamaan. Tattwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran siwa tattwa. Disalam siwa tattwa , Sang Hyang Widhi adalah Ida Sang Siwa. Dalam Lontar Jnana Sidhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yng bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara-Bhatari. ( pengantar siva sidhanta II hal :1).
           
            Adapun konsep penyatuan siwa sidhanta dalam merajan ini ialah dimana dalam  merajan ini memuja Bhatara Guru dan di dalam kawitan terdapat pelinggih Bhatara Siwa Dalem Kawitan dilihat dari sini sudah terlihat bahwa konsep siwa sidhanta terdapat di merajaan ini, tidak itu saja di merajan ini juga memuja bhatara surya yaitu sekta sora dan Dewa Ganesha yaiu Ratu Ngurah Tapakan sakti yang memiliki fungsi yang sama dengan Dewa ganesha tidak hanya itu dalam Rong Tiga juga terdapat konsep siwa sidhanta di Rong Tiga itu terdapat tiga sekta yaitu sekta waisnawa, brahma dan saiwa. Ketiga sekta itu dijadiakn satu kesatuan dan terbentuklah menjadi rong tiga itu. Dalam Taksu juga terdapat sekte Sakta juga.





















                                                            Penutup
Kesimpulan :
Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan. Pura ini mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau lcluhur berdasarkan garis kelabiran (genealogis ). Pura ini sering pula disebut Padharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebib luas dari Pura Warga atau Pura Klen. Dengan demikian mika Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh leluhur yang telah suci dari masing- masing warga atau kelompok kekerabatan. Sanggah adalah perubahan ucapan dari kata “sanggar”, yang menurut pengertian lontar keagamaan di Bali adalah tempat memuja. Dalam hal ini didalam sanggah ataupun meraajan terdapat pelinggih-pelinggih yang berfungsi untuk pengayatan Beliau yang beristana di Pelinggih tersebut dan juga terdapat banten-banten dan mantra yang digunakan ketika upacara piodalan di mrajan tersebut.
           















Daftar Pustaka
Gunawan, Pasek I Ketut,2012. Bahan Ajar Siva Sidhanta II.
Pudharta, Putra I.B.2008. Puja Pangastawa.Gianyar
Budayasa, I Gede.1990. Puja Ngangge Sehe Manut Ring Mangku Desa Adat Kubutambahan.Buleleng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar